Pengelolaan Air Asam Tambang
(Acid Mine Drainage Management)

PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG
Kegiatan pertambangan, terutama aktifitas penambangan dan pengolahan ataupun pemurnian bijih berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Dalam penambangan terbuka setiap penggalian dipastikan akan mengubah kondisi lingkungan, terutama terhadap komponen tanah atau batuan sehingga secara langsung maupun tidak langsung  dapat berdampak pada komponen lingkungan lain, seperti komponen biota yang berada dipermukaan maupun terkandung di dalam tanah atau batuan.  Kondisi lahan terbuka akibat kegiatan pertambangan juga akan dapat menyebabkan peningkatan erosi sehingga dapat mengganggu kualitas air.

Tereksposenya batuan akibat kegiatan penggalian dan penimbunan, akan memungkinkan terjadinya  kontak dengan udara atau air hujan sehingga  mempercepat proses pelapukan,   dan akan mengakibatkan terjadinya perubahan fisika pada batuan tersebut. Perubahan fisika dapat berbentuk pecahnya batuan menjadi partikel yang  lebih kecil.
Secara kimiawi, perubahan yang terjadi karena reaksi kimia antara batuan dan kompenen di dalamnya (mineral) dengan udara dan/atau air. Hasil pelapukan reaksi kimia antara udara dengan mineral bila ter”cuci” oleh air limpasan hujan atau rembesan air tanah, dan juga reaksi antara mineral dan air dapat mengakibatkan perubahan kualitas air limpasan hujan atau air tanah. Bila perubahan tersebut ditunjukkan dengan tingkat keasaman yang tinggi, hal ini disebut sebagai air asam tambang  disingkat AAT (acid mine drainage atau AMD).
Namun terdedahnya mineral dapat juga terjadi secara alami, misalnya lereng alami yang  mengalami kelongsoran sehingga batuan yang semula berada di kedalaman tertentu  terekspose menjadi berada di permukaan, atau akibat kegiatan penggalian lain, seperti penggalian untuk konstruksi jalan raya.  Oleh karena itu juga dikenal istilah yang lebih umum, yaitu air asam batuan (AAB) atau acid rock drainage (ARD)

Di dunia pertambangan kedua istilah  AMD & ARD digunakan secara luas. Hanya saja AAT atau  AMD banyak digunakan untuk tambang batubara sementara AAB atau ARD banyak digunakan pada tambang bijih.

Air asam tambang (AAT) atau acid mine/rock drainage dicirikan oleh tingkat keasaman yang tinggi (pH rendah) dengan peningkatan kandungan logam terlarut.  AAT terbentuk manakala mineral sulfida tertentu terekspose pada suatu kondisi oksidasi, dapat ditemukan baik pada tambang – tambang batubara (AMD) maupun tambang bijih (ARD) atau kegiatan penggalian lain dimana terdapat mineral-mineral sulfida. Sulfida besi yang umum pada daerah batubara adalah pyrite dan marcasite(FeS2), sementara sulfida logam lainnya antara lain Chalcopyrite (CuFeS2), covellite (CuS), dan arsenopyrite (FeAsS).

Pembentukan AAT pada wilayah kegiatan pertambangan meliputi :

  • Air limpasan hujan yang mengalir dan kontak dengan dinding lubang tambang (pit).
  • Air hujan yang jatuh dan terinfiltrasi pada timbunan batuan penutup (waste dump).
  • Air hujan yang jatuh dan terinfiltrasi pada timbunan batubara atau bijih hasil penambangan (run of mine, ROM), tumpukan bijih pada ekstraksi mineral berharga dengan metode heap leach, timbunan tailing dan timbunan limbah sisa pencucian batubara.
  • Air tanah yang mengalir ke dalam bukaan tambang bawah tanah dan kontak dengan batuan dinding bukaan.
  • Air tanah dan limpasan hujan yang mengalir ke zona ambrukan pada tambang bawah tanah dengan metode ambrukan, dll.

Beberapa dampak  AAT terhadap lingkungan antara lain :

  • Meningkatnya kandungan logam di dalam badan air penerima.
  •  Ikan yang hidup di dalam air penerima AAT akan dapat mengalami keracunan pada tingkat kronik dan akut. Secara tidak langsung ikan dapat terpapar logam melalui sedimen dan makanan yang terkontaminasi.

Tujuan pengolahan AAT  sangat spesifik untuk tiap lokasi pertambangan, dapat berupa :

  • Pemanfaatan kembali air tambang untuk keperluan pengolahan bijih atau batubara, transpor material dan penggunaan operasional lainnya seperti penyiraman debu, irigrasi pada daerah reklamasi atau pendinginan tambang bawah tanah – dalam hal ini pengolahan AAT bertujuan untuk memperbaiki kualitas air tambang sehingga memenuhi persyaratan untuk pemanfaatannya kembali.
  • Perlindungan kesehatan manusia pada kondisi di mana terdapat kemungkinan kontak  antara manusia dengan AAT baik secara langsung maupun tidak langsung.
  • Perlindungan lingkungan khususnya dampak terhadap, air permukaan dan air tanah         AAT dapat menjadi media pembawa berbagai pencemar atau kontaminan ke lingkungan.
  • Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundangan – undangan yang mengatur tentang kualitas efluen (baku mutu) atau beban pencemar.
  • Air tambang sebagai bagian dari sumberdaya air yang penting bagi manusia. Semakin banyak kasus di mana air tambang yang telah diolah dialirkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar akan air bersih.
  • Pengolahan air tambang merupakan suatu komponen penting dari pengelolaan air tambang untuk mendukung operasi pertambangan dan menjamin kondisi pascatambang yang bekelanjutan.

Untuk mengetahui besarnya potensi AAT yang dapat terbentuk dan kapan akan terbentuk dapat dilakukan dengan :

  • Kuantifikasi besarnya potensi AAT pada suatu tambang ditentukan dari model geokimia batuan, yang memberikan gambaran tentang sebaran dan jumlah batuan PAF (Potentially Acid Forming)  dan NAF (Non Acid Forming). Melalui penggabungan atau pengintegrasi model geokimia batuan dan model rancangan tambang dapat ditentukan jumlah batuan PAF dan NAF yang akan digali pada suatu waktu tertentu.
  • Model hidrogeokimia memberikan gambaran atau prediksi tentang kualitas air lindi yang akan terjadi jika sumber air tambang kontak dengan batuan, baik  batuan PAF maupun  NAF. Selanjutnya dapat disimulasi berbagai scenario pencampuran untuk memberikan gambaran tentang kualitas air tambang yang akan terbentuk di tambang tersebut.

Pencegahan dan mitigas untuk meminimalkan dampak dari AAT dapat dilakukan dengan :

  • Metode pencegahan dan mitigasi AAT yang akan diterapkan ditentukan oleh karakteristik dan jumlah dari batuan PAF & NAF, rancangan tambang dan rencana  penambangan, serta karakteristik dan jumlah AAT yang akan terbentuk.
  • Dari berbagai metode dan teknik pencegahan, mitigasi dan pengolahan AAT yang telah berkembang dan diterapkan di berbagai tambang di dunia dapat dipilih metode atau teknik yang sesuai dengan kondisi daerah pertambangan dan permasalahan yang dihadapi setelah melalui kajian kelayakan secara teknis, ekonomis dan lingkungan

Pengolahan AAT  yang dapat dilakukan meliputi :

  • Penentuan teknologi pengolahan AAT mencakup analisis terhadap berbagai faktor seperti karakteristik AAT yang akan diolah, sistem pengolahan, aliran keluar dari sistem pengolahan, pengelolaan produk sampling dan kondisi lapangan untuk menilai resiko dari setiap faktor dikenal sebagai pendekatan resiko dalam pemilihan teknologi pengolahan AAT.
  •  Aspek karakteristik aliran AAT yang akan diolah seperti laju aliran atau debit, konsentrasi kontamian dan pH.
  • Aspek sistem pengolahan kegagalan dalam operasional baik dari aspek mekanikal, elektrikal, sistem kendali, dan bahan.
  • Aspek aliran keluar dari sistem pengolahan atau efluen, seperti tidak terpenuhinya baku mutu lingkungan.
  • Aspek pengolahan Sludge seperti kurangnya kapasitas penampungan dan stabilitas fisik maupun kimiawi lumpur yang buruk.
  •  Aspek kondisi lapangan seperti ancaman bencana alam terhadap sarana pengolahan seperti banjir dan gempa bumi.

Langkah – langkah Pengelolaan AAT :

  • Pencegahan pencemaran pada semua sumber potensial di areal pertambangan.
  • Minimalisasi dampak potensial melalui upaya – upaya mitigasi.
  • Perolehan dan pemanfaatan kembali air tambang di areal pertambangan.
  • Pengolahan air tambang untuk pemanfaatan kembali atau untuk dialirkan ke badan perairan alami.

Pertimbangan dalam Pemilihan dan Perancangan Teknik Pengolahan AAT yang dapat dilakukan antara lain dengan :

  • Mendefinisikan secara jelas tujuan dari pengolahan AAT yang akan dicapai. Sistem pengolahan AAT harus menjadi bagian dari sistem pengelolaan air tambang pada suatu tambang, karena itu selalu harus di evaluasi dan diimplementasikan dalam suatu sistem yang terintegrasi.
  • Karakterisasi air tambang terutama terkait debit dan kualitasnya.
  • Tahapan dari kegiatan pertambangan dan bagaimana neraca air akan berubah sepanjang umur tambang.
  • Kondisi lapangan yang akan mempengaruhi kontruksi, operasi dan perawatan dari sitem pengolahan, antara lain mencakup tata letak tambang dan topografi , luas lahan, iklim, sumber air tambang yang akan diolah, lokasi pengguna  air hasil pengolahan
  • Penanganan dan penimbunan limbah dari pengolahan seperti lumpur .